Sedikit Cuap-Cuap Tentang Novel "The Rise of Majapahit"

"Gunakan segala kemampuanmu yang ada.
Tidak ada alasan untuk menunda.
Gunakan tanganmu, gunakan kakimu,
gunakan otakmu untuk menggugah akalmu."

"Jika engkau lelah bayangkan sakitmu.
Jika engkau sakit bayangkan semangatmu.
Jika semangatmu kendur 
tarik gendewamu, putar tombakmu,
 dan benamkan keris di dada musuhmu!"

Kutipan diatas adalah milik Raden Wijaya, diucapkan olehnya saat memimpin pasukan Majapahit melawan pasukan Mongolia tahun 1293 Masehi. Saat itu Mongolia bermaksud menaklukan jawa. Namun, Sri Kertanegara, Raja Singosari sekaligus mertua Raden Wijaya, menolak dengan keras tunduk atas Mongolia. Sapta Negara adalah tujuan Sri Kertanegara. Satu nusantara, bersatunya nusantara di bawah kebinekaan.


Ya, tulisan kali ini akan membahas novel "The Rise of Majapahit" karya Setyo Wardoyo. Sebuah novel yang menceritakan tekad Sri Kertanegara menyatukan nusantara, runtuhnya Singosari atas penghianatan saudaranya sendiri, berdirinya Majapahit, hingga masuknya Mongolia yang ingin menguasai jawa. Novel yang aku habiskan selama kurang lebih satu Minggu ini masih begitu segar dalam ingatan. Dulu saat masih sekolah, dari SD sampai SMA selalu mendapatkan materi sejarah seperti ini. Tapi entah mengapa selalu tidak menyukainya, selalu ngantuk kalau guru menjelaskan. Tapi entah mengapa, membaca "The Rise of Majapahit" saya tidak merasa bosan, dan lembar demi lembar membuat saya selalu penasaran. Entah sense membaca saya yang baru on, atau memang novel ini enak untuk dibaca. Hm... mungkin karena bahasanya santai, dibumbui sastra, dan penggambaran latar yang imajinatif.

"Ketika kegelapan senja menjelang sempurna, sisa-sisa Laskar Singosari lolos dari maut. Pantai Banger kembali sunyi. Matahari benar-benar telah tenggelam di barat dan selanjutnya bayang-banyang sinar rembulan siap menari-nari di permukaan air dia atas warnaya bawah rembulan. Layarnya menggelembung terdorong angin pantai. Berbekal asa dan tangis amarah nelayan tua. Sesaat setelah itu, garis-garis warna pelangi di barat menyurut sirna."(Halaman 151). Kata-kata yang cantik bukan?

So let's move to the story...
Diawali dengan datangnya utusan Mongolia ke Kerajaan Singosari, Meng Khi, tahun 1289 Masehi. Disampaikannya perintah tunduk dari kaisar Kubilai Khan kepada Sri Kertanegara. Tapi utusan tersebut memang tak tau diri, diputuskannya telinga Meng khi dari kepalanya oleh Raja Singosari tersebut. Dia tidak tahu siapa Sri Kertanegara.


Selepas perginya utusan tersebut, kini berganti dengan penghianatan Sri Jayakatwang. Serangan  pasukan Gelang-Gelang meruntuhkan kerajaan Singosari, sebuah peperangan karena dendam yang timbul dari kejadian masa lalu, pertikaian leluhurnya. Pasukan yang dikirim untuk Espedisi Pamalayu dan pasukan Raden Wijaya untuk menyelamatkan Desa Mameling, menguras habis pasukan pertahanan Singosari. Singosari runtuh! Sri Kertanegara berlumpuran darah dibunuh Patih Mahisa Mudarang di singgasananya. Kini, tinggalah Raden Wijaya dan pasukannya yang selamat. Namun itu tidak mudah, mereka terus dikejar-kejar oleh pasukan gelang-gelang. Hingga sang dewata masih menyelamatkannya, Raden Wijaya melarikan diri ke Madura.

Sri Jayakatwang bergembira, kini saatnya dia menjadi Raja. Dia mendirikan kerajaan Kediri. Raden Wijaya tentu tak tinggal diam. Amarah di dalam dirinya atas apa yang telah terjadi terus berkecamuk. Dia bersama Raden Wiraraja dari kerajaan Sumenep membuat sebuah taktik penaklukan Kerajaan Kediri dan merebut kembali kejayaan Singosari. Raden Wijaya berpura-pura mengakui Sri Jayakatwang sebagai Raja dan meminta sebuah hutan, yaitu hutan Tarik. Sri Jayakatwang dengan mudahnya percaya dan memberikan permintaan Raden Wijaya. 

Hutan Tarik dijadikan oleh Raden Wijaya menjadi sebuah desa, yang nantinya berubah menjadi Desa Majapahit(Ditemukannya buah Maja yang Pahit). Di situ pundi-pundi kekuatan dibangun, taktik, pasukan dan lain-lain. Beruntung sekali! Dewata menyertai Raden Wijaya. Mongolia datang membawa pasukannya membalas dendam atas penolakan Sri Kertanegara. Majapahit dan Mongolia bersekutu! Itulah taktiknya. Kerajaan Kediri pun runtuh! Kini saatnya Majapahit menghabisi Mongolia. Sebuah perang yang mendebarkan. Namun tetap, Majapahit menang! Dan terciptalah sebuah kerajaan baru di Jawa yaitu Kerajaan Majapahit dengan Raja nya, Raden Wijaya! Nusantara belum lengah, nusantara harus bersatu.


Perang-perang yang seru dibumbui kata-kata manis, ah penulis memang pandai. Satu lagi bagian yang saya suka(paling) adalah bagian tekad Sri Kertanegara. Walaupun hanya sebuah kilas balik, tapi itulah yang saya tangkap yang paling mengena.

"Nusantara harus kuat dan bersatu untuk melawan kekuatan dari utara yang ingin menguasainya dan juga negeri lain yang mempunyai niat sama. Mereka ingin merampas seluruh harta kekayaan kita. Mereka ingin menguasai kedaulatan tanah air kita! Tidak hanya saat ini tetapi ancaman itu bahkan akan terus ada hingga pada masa anak cucu kita nanti", pesan Sri Kertanegara menghantarkan pasukanya menjalani Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi Pamalayu ialah suatu langkah mengajak Kerajaan-kerajaan di nusantara  untuk satu suara mewujudkan sapta negara. 

Tekad kuat Sri Kertanegara untuk menyatukan nusantara ini begitu membara. Seperti yang diceritakan pada halaman 213. 

"Jika kita lemah maka kekayaan kita akan berpindah tangan ke negeri lain. Bisa serentak atau perlahan-lahan secara halus dan tidak terasa! Yang paling celaka adalah apabila negeri lain bekerjasama dengan orang kita sendiri. Orang yang demikian adalah penghianat negeri. Kepalanya layak dipenggal!" Lanjut wejangan sang Raja kepada pasukan Ekspedisi Pamalayu.

"Untuk memimpin tanah seluas Nusantara ini diperlukan seorang kesatria yang berwibawa, bermartabat. Punya harga diri, dan mempunyai keberanian laksana seekor singa. Kesatria itu harus tak tergoyah karena mempunyai penyangga yang kuat. Jalan Tengan Beruas Delapan, itulah penyangganya yang terdiri dari pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar, dan bersemadi benar."

"Jika kita membuka  lembaran lontar Jangka Jayabaya maka pada saatnya nanti Jawa Dwipa akan kalungan wesi dan bahan baku dari Sula. Daerah itu letaknya di timur Waruna Dwipa dan utara Jawa Dwipa. Tanah itu juga memliki bermacam bahan kebutuhan lainnya yang semestinya dapat menambah sejahtera rakyatnya. Di utara pulau ini sebaikya armada kita juga harus segera moro-ngampiri ke sana karena dengan menguasai Nusa di ujung utara itu maka kekuatan kita menjadi tak terlawan bangsa manapun. Nusa itu bisa menjadi  benteng pertahanan kita di utara!" Kertanegara terus bercerita tentang kekuatan nusantara ini jika daerah-daerah lain bersatu. Ia bercerita tentang kelebihan daratan-daratan lain di Nusantara ini.

"... Jika dilestarikan maka mustahil bisa diperdaya negeri lain apalagi sampai anak cucu kita kelak tidak hidup sejahtera"

"Jika tak juga sejahtera, Gusti?" tanya Raganata.

"Berarti  penguasanya tidak melestarikan dengan sungguh-sunggu dan salah mengurusnya" jawab Kertanegara. "Atau sudah tidak lagi  berpikir untuk kepentingan negeri tetapi lebih mengutamakan perutnya sendiri!"

Kemudian Kertanegara bercerita kemansyuran nusantara di negeri-negeri luar. Dan terus bercerita tentang anugrah Dewata untuk Nusantara ini.

"Nusa ini akan menjadi tanah impian orang di seluruh Nusantara..."

"Jika suatu saat nanti Nusantara menjadi tanah 'selaksa ayam mati di lumbung padi' berarti  anak cucu kita telah salah berpikir dan melangkah! Otaknya dijejali niat-niat yang tidak luhur! Hanya mementingkan perutnya sendiri! Pada kesempatan itulah negeri lain berebut mengikis semua kekayaan yang terpendam di dalamnya baik yang ada di darat maupun di Jaladri. Dan juga ke-Bhineka-annya!"

"... Dengan kekayaan yang aku sebutkan tadi, Nusantara akan menjadi pusarnya dunia! Kita tak membutuhkan negeri lain! Tetapi negeri lainlah yang membutuhkan kita! Setelah seluruh kekayaan ini berhasil kita satukan, akan aku titipkan kepada anak cucuku turun-temurun dari Lamuri hingga wanin. Suatu saat aku akan kembali lagi dengan caraku sendiri untuk meminta pertanggungjawaban anak cucuku dalam mempertahankan dan mengurus segala kekayaan yang telah aku wariskan!"

"Ketika lahar Merapi di Bhumi Mataram meleleh ke barat data. Itulah waktunya!"

Ah ya, saya rasa Sri Kertanegara sebentar lagi muncul, atau mulai muncul? Satu-persatu kejelekan yang disebutkan Kertanegara sepertinya suda mulai terlihat. Seperti yang baru digembor-gemborkan media baru-baru ini mungkin? Hahaha ;))

So, jadi gimana? Tertarik?

*Mohon maaf jika ada kesalahan :))
*PS: Dalam novel ini masih ada beberapa typo










Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

2 comments:

  1. Kira2 bentuk kearifan lokalnya ada gak? baik dari segi nilai2, praktik sosial dan adat kebiasaan. trimakasih ^,^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada banget :)) Ada ditulis upacara Tantrayana, penembang kidung, kebiasaan nginang, suara burung yang dijadikan pertanda, doa kepada dewa, suatu desa dan lurahnya, berburu, dan masih banyak lagi. Kalo mau gambaran sebuah desa, bisa dibaca bab 4: Tangis di Desa Mameling. Menurutku di situ bisa menggambarkan. Sama-sama :))

      Delete