Dolan: Open Trip Baduy Dalam dan Baduy Luar Banten


Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya.

Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab  Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.

Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 mdpl tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45.



Yaah itu tadi pengantar dari budhe wikipedia.
Putar topik. Ceritanya ni jalan-jalan singkat 30-31 Mei 2015 ke Baduy. Sempet ragu mau ikut apa enggak. Hm..tapi akhirnya ikut juga. Jalan-jalan kali ini diprakarsai oleh Open Trip STAPALA (Mapala STAN). Diikut oleh 18 orang (termasuk 2 dari penyelenggara). Biaya Open Trip ini 175k dan masih ditambah biaya makan 30k.



Start point di Stasiun Pondok Ranji pukul 06.00 pagi. Tapi kami nya tetap ngaret, Indonesia. Perjalanan dimulai dengan menaiki KRL ke Stasiun Kebayoran. Baru kemudian dilanjutkan ke Stasiun Rangkas Bitung dengan menggunakan kereta ekonomi delapan ribuan. Butuh waktu sekitar 2 - 2,5 jam untuk sampai Rangkas Bitung. Kereta cukup sesak, tanpa tempat duduk. Ya ada tempat duduknya, cuman gak dapet. Jadi akhirnya berdiri deh. Pukul 10 an kami sampai Stasiun Rangkas Bitung, babibu cari Guide kami, Mamang siapa gitu aku kurang tau. Perjalanan berlanjut dengan menaiki ELF(semacam mobil travel) menuju Cibolegar. Buset jalan di Lebak emang juelek banget. Banyak lubang yang bikin elf kayak diskotik kami nya disko(jangan bayangin). Gak ngertilah. okey, pukul 12 lebih kami sampai, langsung diteruskan menuju Rumah(?) Mamang Guide. Kami makan dan sholat. Pukul 13.00 kami mulai pemanasan, yeah tracking Baduy Dalam uwooo.
Anak-anak Baduy dalam yang heran ngeliatin burung-burungan. Burng yang kalo ditepukin bisa bunyi sendiri.
FYI, Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis.


Okay tracking siang-siang, jalan berliku dan ngosngosan. Melewati hutan gitu, cuman udah ada jalannya. Kayak di Gunung Kidul sih, cuman di sini lebih hijau(?).

Tracking cukup melelahkan, tapi tidak terlalu yang bikin putus asa. Jarang olehraga jadi ya gitu deh. Tracking dipandu oleh Mamang Guide yang satunya juga ditemani oleh anak-anak dan mamang-mamang Baduy Dalam. Iya, anak kecil yang di foto atas itu. Umur mereka kurang lebih 12 tahun. Perawakan tidak kenal lelah. Kaki mereka besar menandakan seberaoa seringnya mereka jalan naik turun Baduy Luar-Baduy Dalam nemenin wisatawan (bisa aku asumsiin begitu).

Desa pertama desa Baduy luar. Rmah tingkat beratapkan genteng daun dan beralaskan bambu. Berasa kembali ke jaman dulu di Jogja. Hm...atau kurang lebih kayak di Gunung Kidul pelosok. Rumah berdinding gedek.

Ciri khas rumahnya adabmelengkung diujung puncak atapnyanb Hee lupantanya maknanya. Cari di Google sana kalo penasaran.
FYI, Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes






Ini yang aku kira tupperware eh ternyata itu lampu.

FYI, Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

Namun disamping penghasilan di atas, warga Baduy juga berpenghasilan dari bidang kerajinan; tenun, tas akar, gelang,dll. Kebanyakan dari Baduy Luar yang diperuntukan untuk para wisatawan.


Jembatan bambu fenomenal. Kenapa Fenomenal? Spot wajih berfoto. hahaha.


Jembatan banbu yang ke banyak kali.

Lumbung padi orang Baduy. Setiap KK bisa punya lebih dari satu. Letaknya di dalam kawasan tersendiri, tidak berdampingan dengan rumah. 

Setelah melewati tanjakan terjal, waw udah di atas bukit.

Desa terakhir sebelum memasuki Baduy Dalam



--Sampai di sini foto Dabuy Luar nya, karena selebihnya dilarang mengambil gambar d Baduy Dalam.--

Cerita Baduy dalam, kami sampai pukul setengah 6 sore. Atau setelah tracking lebih dari 4 jam. Masyarakat Baduy dalam tidak berbeda jauh dari baduy luar(sebenarnya) hanya baduy dalam lebih tertutup saja. Tanpa listrik desa ini sangat sangat tenang. So, apa yang kami lakuka di Baduy Dalam???

Jreng jreng, sesampainya di sana, kami langsung diantar ke penginapan(?) atau lebih tepatnya tempat kami tidur malam ini. Pembagian rumah dan menaruh barang. Rumah di Baduy Dalam rumah panggung gitu, hanya ada dua ruangan. Semua rumah dari kayu atau bambu. Tanpa kamar mandi dan ada dua tungku masak. 
Setelah kami taruh barang, kami pergi ke kali(sungai), bersih-bersih dan sekalian wudhu. jarak rumah kami dengan kali lumayan jauh. Sholat dan makan malam. Sehabis itu kami tidur.

Sayang kami sampai saat hari sudah gelap, tidak ada keleluasaan untuk lebih dekat dengan suku Baduy Dalam. Malam itu kami sudah sangat kelelahan (walau sebenarnya ingin jalan-jalan malam). Tapi cukup tau bahwa di sana gelap sekali. Sepi. Sesekali terdengar pengunjung kami di sebelah rumah bercengkrama. Aku hanya bisa merasai Baduy malam itu sambil berbaring. Mendengarkan yang punya rumah ngobrol dengan bahasa yang aku tidak tau. Pada intinya, Baduy Dalam di malam hari sangat tenang.
Lanjut keesokan harinya, setelah makan pagi kami siap-siap untuk tracking turun. Ya setelah membeli oleh-oleh kami say bye Baduy Dalam.

No kamera, no listrik, no alas kaki, no wc, no toko kelontong apalagi. Benar-benar jaman dulu banget. Tidak ada kamus 'generasi merunduk' di Baduy Dalam(Red: gadget). 


Foto trancking turun, setelah melewati batas kamera tentunya.

Udah Baduy Luar



Jembatan akar
FYI,  Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
-Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
-Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
-Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
-Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)

-Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak  diperbolehkan menggunakan pakaian modern. Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping  adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang  tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu,  dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna  hitam.



Foto terakhir.

....
Duh gak fokus nulisnya, udah beberapa hari gak kelar-kelar. Ntar deh kalo ada mood bagus aku lanjutin dan aku benerin. 

Pstt aku kemarin aku merasa hanya aku yang sering ambil foto. Ada anak lain bawa SLR(aku cukup camdig) cuman mereka jarang pake slr nya. Tau gitu we pake aja ya. Kan lumayan, lebih mantep hasilnya. hagjagjah. Bukan ala ala mbak instagram, i dont take selfie, udah kebiasaan kalo jalan-jalan sambil ambil foto. Thats the point.

Source : wikipedia
Okey sekian.
Salam.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

7 comments:

  1. Awesome photos
    Seru banget pasti yaaa

    btw aneh banget itu peraturan suku kanekes dalam nya
    kebayang aja kalau kita jg pake peraturan itu di rumah...

    *die*

    ReplyDelete
    Replies
    1. wih ada kak Aul. Thanks kunjungannya kaks.
      Makasih..makasih. ya gak *die* juga paling cuman stress. kwkw
      Tapi bukan masalah buat mereka karena mereka sudah terbiasa :))

      Delete
  2. Masih sangat menyayangkan mereka menolak adanya sekolah disana :(
    Beberapa kali dengar cerita dan ditawarkan trip ke Baduy tapi belum kesampean, huhu
    Foto2nya bagus anyway walaupun katanya pake camdig :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dilema heritage atau edukasi :) Cobain ke sana kak. Seru lhoo....
      hihi makasih kak :)

      Delete
  3. jadi pengen ke baduy dew... huumb,

    ReplyDelete
  4. jadi pengen ke baduy dew... huumb,

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete